Selasa, 22 Januari 2013

SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL ERA SUHARTO



 BAB   I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah                       
Setelah Proklamasi Kemerdekaan  Indonesia di kumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, sehari berikutnya ditetapkanlah UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, sejak saat itu Indonesia menggunakan Sistem Pemerintahan Presidensiil, namun di era presiden Sukarno Indonesia pernah menganut sistem pemerintahan parlementer.
Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 4 Ayat 1 menyatakan bahwa :  Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.  Dan menurut UUD  45  Pasal 17 yang berbunyi sebagai berikut  :
    1. Presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara
    2. Menteri-Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
    3. Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan
    4. Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran Kementrian Negara diatur oleh Undang-Undang
Pemerintahan pada masa Sukarno banyak mengalami perubahan dinamika sistem politik. Indonesia pernah menjalankan Demokrasi Parlementer dan era Demokrasi Terpimpin.
Setelah Pemerintahan Sukarno tumbang digantilah era Demokrasi Pancasila, hingga Demokrasi Multipartai di era Reformasi saat ini. Pasang surutnya sistem pemerintahan berpengaruh pada pembangunan negeri ini. Oleh sebab itu  maka kami mencoba menggali sedikit penerapan Sistem Pemerintahan Presidensiil pada Masa Orde Baru (Era Suharto).


1.2    Rumusan Masalah
Orde baru adalah sebuah sebutan bagi era pemmerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde baru lahir untuk menggantikan Orde lama yang merujuk pada era pemerintahan Soekarno. Orde baru ini hadir dengan adanya semangat baru yang timbul atas koreksi total atas penyimpangan yang dilakukan selama era pemerintahan orde lama Soekarno. Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Akibat dari aksi  demonstrasi besar-besaran di gedung MPR/DPR  yang mencapai puncaknya pada 21 Mei 1998. Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dari posisi Presiden Republik Indonesia.  

Bertempat  di Istana Negara Jakarta, dengan disaksikan oleh Ketua Mahkamah Agung, Soeharto mengakhiri jabatan presidensiilnya yang telah diemban selama 32 tahun.  Mahkamah Agung langsung melantik Wakil Presiden Baharuddin Jusuf Habibie sebagai Presiden Republik  Indonesia yang baru. Hal ini sesuai amanat di dalam pasal 30 UUD 1945 yang berbunyi: “Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya”. Momentum turunnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 ini mengakhiri pemerintahan Orde Baru yang telah berjalan selama 32 tahun di Indonesia.

  1. Bagaimanakah sistem kelembagaan Negara masa orde baru ?
  2. Apa saja dampak positif maupun negatif selama  kepemimpinan Suharto terhadap sistem pemerintahan dan  ekonomi di Indonresia ?
 1.3    Pengertian Sistem Pemerintahan Presidensiil
Sistem pemerintahan presidensiil adalah sistem pemerintahan dimana badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Presiden dipilih oleh rakyat secara terpisah dengan Badan Legislatif. Sistem presidensiil tidak mengenal adanya lembaga pemegang supremasi tertinggi. Kedaulatan negara dipisahkan menjadi tiga cabang kekuasaan, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang secara ideal diformulasikan sebagai ”Trias Politica” oleh Montesquieu.
Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk masa kerja yang lamanya ditentukan konstitusi. Dalam sistem presidensiil para menteri adalah pembantu presiden yang diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden.
Bentuk MPR sebagai majelis permusyawaratan-perwakilan dipandang lebih sesuai dengan corak hidup kekeluargaan bangsa Indonesia dan lebih menjamin pelaksanaan demokrasi politik dan ekonomi untuk terciptanya keadilan sosial dan sebagai ciri demokrasi Indonesia. Dalam struktur pemerintahan negara, MPR berkedudukan sebagai penyelenggara negara yang tertinggi. DPR adalah bagian dari MPR yang berfungsi sebagai legislatif. Presiden menjalankan tugas MPR sebagai kekuasaan eksekutif tertinggi, sebagai mandataris MPR. Berikut ciri-ciri pemerintahan presidensiil :
  1.  Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
  2. Kabinet / menteri dibentuk oleh presiden  dan bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada  legislatif.
  3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen.
  4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen dan Presiden tidak berasa dibawah pengawasan langsung parlemen.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Sistem kelembagaan negara  era orde baru
Pada era Orde Baru, sistem pemerintahan Indonesia menitikberatkan  pada aspek kesetabilan politik dan keamanan dalam rangka menunjang pembangunan nasional melalui upaya-upaya antara lain sebagai berikut :
1.      Peran dwi fungsi ABRI
2.   Golkar pada lembaga pemerintah
3.   Kekuasaan ditangan eksekutif
4.   Pengendalian pers nasional

Agar tidak terlalu panjang lebar dalam menyusun makalah ini, kami merangkum kelembagaan Pemerintah pada masa orde baru secara ringkas pada makalah ini.  Seperti diketahui bahwa Pemerintahn era Orde baru  terdapat lembaga-lembaga negara, lembaga-lembaga negara saling  melengkapi dalam pelaksanaannya. MPR adalah Lembaga Tertinggi sedangkan lainnya adalah Lembaga Tinggi Negara, seperti tersebut dibawah ini :
1.      MPR, Kekuasaan  Lembaga Tertinggi Negara
Kedaulatan rakyat di pegang oleh MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia,  MPR mempunyai tugas yaitu :
a.                   Menetapkan undang-undang dasar
b.                  Menetapkan GBHN
c.                   Mengangkat kepala Negara dan wakilnya
d.                  Mengambil sumpah janji presiden dan wakilnya

2.   Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga Tinggi Negara. Anggota teridir dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu.  Presiden tidak dapat membubarkan DPR yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat melalui Pemilu lima tahun sekali. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
Wewenang DPR antara lain :
 
    1. Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
    2. Memberikan persetujuan atas PERPU.
    3. Memberikan persetujuan atas Anggaran.
    4. Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.

3.   Presiden
Presiden adalah lembaga negara tinggi yang memegang kekuasaan eksekutif.  Presiden mempunyai kekuasaan sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara untuk menjalankan pemerintahan.  Presiden dan wakil presiden diangkat dan diberhentikan oleh MPR dan bertanggung jawab kepada MPR, dengan masa jabatan lima tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali.
Wewenang Presiden antara lain :
  1. Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR,
  2. Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi
  3. Mengangkat dan memberhentikan Menteri.
  4. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
  5. Menetapkan Peraturan Pemerintah

4.   Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Agung adalah pengadilan tertinggi di negara kita. Perlu diketahui bahwa peradilan di Indonesia dapat dibedakan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara (PTUN).

5.   BPK dan DPA
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertanggung jawab tentang keuangan negara yang pembentukannya ditetapkan dengan undang-undang.
Adapun wewenang dari Dewan Pertimbangan Agung (DPA), yaitu berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah.


2.2.   Dampak positif maupun negatif selama  kepemimpinan Suharto

Kelebihan Sistem Pemerintahan Orde Baru 
Pak Harto, merupakan sebuah potret perjalanan sejarah bangsa ini, sejarah ketokohan, sekaligus kepemimpinan yang mampu memberikan pelajaran berharga pada kita semua. Sejarah bangsa, komplet dengan warna hitam putihnya. Bahwa selain kelemahan dan kekurangan yang telah banyak ditulis orang terdapat pula sisi kekuatan dan kelebihan yang perlu juga dikemukakan. Suka atau tidak, banyak jasa dan pengabdian yang telah dia berikan. Banyak hasil yang telah dicapai. Bahkan secara faktual tak bisa diingkari bahwa orang-orang yang kini tengah memimpin dan menonjol di negeri ini adalah orang-orang Orde Baru.  Jika dianalogikan sebuah rumah: Ibarat Bung Karno yang membuat fondasi, Pak Hartolah yang membangun. Jika rumah sudah utuh, maka pemimpin berikut, seyogyanya mengatur isi rumah.
Kepemimpinan dengan Filosofi Jawa dan latar belakang budaya Jawa yang dianutnya, tujuannya terhadap bangsa ini tak lain adalah agar negara tata tenterem kerta raharja. Artinya, sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945, bahwa segala kemakmuran dan kesejahteraan adalah semata-mata untuk bangsa Indonesia.

Untuk membangun bangsa Indonesia dari keterpurukan, Pak Harto memiliki konsep dasar sebagai landasan ia bekerja, yaitu Trilogi Pembangunan sesuai konsep GBHN, selain itu juga berdasarkan mekanisme dan peraturan Tap-Tap MPR, antara lain : melaksanakan pembangunan lima tahun (Repelita), menyederhanakan partai-partai politik dalam kehidupan Demokrasi Pancasila, dan melaksanakan Pemilu sebagai wujud dari pembangunan demokrasi.

Dwi Fungsi ABRI sebagai salah satu kekuatan bangsa, sejarah kelahiran ABRI tak dapat dipisahkan dari kekuatan rakyat. Karena ABRI dilahirkan memang dari dan untuk rakyat dalam menjaga dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. maka dicanangkan Program apa yang disebut AMD (ABRI Masuk Desa) dimana ABRI masuk ke desa, ke tengah-tengah rakyat, dan bersama-sama rakyat bergotong-royong membangun desa, jembatan, jalan dan lain sebagainya yang merupakan sarana dan prasarana desa.

Politik luar negeri yang  bebas dan aktif mencerminkan konsistensi Pak Harto terhadap Pancasila sesuai Pembukaan UUD 1945. dengan kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB, membuka kembali hubungan diplomatik dengan Malaysia yang sempat terputus selama era konfrontasi tahun 1964 di masa Orde Lama.

Membangun Kesadaran Rakyat seperti dicanangkannya oleh Pak Harto adanya Gerakan Disipilin Nasional (GDN), yang bertujuan meningkatkan kesadaran berdisiplin bagi masyarakat, Gerakan Nasional untuk Mencintai Produk Dalam Negeri, dengan tujuan agar masyarakat lebih suka membeli produk dalam negeri sehingga dapat meningkatkan pendapatan dalam negeri dan tidak terpengaruh pada budaya luar.

Fondasi ekonomi terbentuk,  kita tidak bisa menutup mata bahwa Pak Harto amat berjasa bagi bangsa dan negara sewaktu menjabat presiden. Pada masa pemerintahannyalah pondasi ekonomi dibentuk, ditandai dengan bermunculannya infrastruktur misalnya jalan tol, bandara suta dll. Terkait manajemen  Pak Harto  untuk negeri ini hingga mencapai kemakmuran, tak dapat dipungkiri pada masa pemerintahannya kita menjadi negara yang sangat aman dan makmur, mengenai pangan bahkan kita pernah menjadi negara pengekspor pangan terbesar ketiga didunia dan sering memeberikan  bantuan pangan kepada negeri lain hingga Indonesia mendapat julukan lumbung padi dan swasembada pangan. Sembako tidak dibiarkan mahal, transmigrasi sangat diperhatikan.

Kekurangan Pemerintahan Orde Baru :
  1. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot oleh pusat.
  2. Banyaknya praktek KKN dan Nepotisme
  3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Irian Jaya.
  4. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan dari pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya.
  5.  Kentaranya kesenjangan antara pendapatan orang kaya dengan orang miskin.
  6. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non-pribumi (terutama masyarakat Tionghoa).
  7. Kritik dibungkan dan oposisi dilarang.
  8. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai dengan banyaknya koran dan majalah yang dibredel.
  9. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program “Penembakan Misterius”
  10. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)

   
BAB  III
P E N U T U P

3.1    Kesimpulan
Orde Baru yang telah mulai ditinggalkan oleh bangsa Indonesia telah banyak menimbulkan beberapa warisan. Pada system politiknya, dominasi para lembaga eksekutif yang berakhir dengan dominasi kepresidenan yang kerap  muncul dan menyebabkan banyaknya muncul kerancuan-kerancuan. Presiden menjadi sangat berkuasa yang tidak hanya dalam konteks kelembagaan saja. Pada akhirnya pun presiden Soeharto seakan-akan terlihat seperti mengambil seluruh cabang kekuasaan yang ada di luar eksekutuf, yaitu seperti lembaga legislative dan juga yudikatif.
Bangsa Indonesia  merupakan bangsa yang memiliki tatanan atau aturan pemerintahan dari waktu ke waktu dari masa ke masa, dalam pemerintahan orde baru yakni tahun 1966 sampai 1998, Pada masa orde baru  sistem kelembagaan negara terdiri dari MPR, DPR, DPA, BPK, Presiden dan MA.  Pada system presidensiil, ciri yang paling menonjol antara lain dikepalai oleh seorang presiden dan presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Oleh sebab itu, antara presiden dan DPR tidak bisa saling menjatuhkan. Namun jika dibandingkan dengan sistem pemerintahan negara lain, sistem pemerintahan presidensiil di Indonesia adalah pemerintahan yang cenderung stabil, programnya lancar, dan tidak terjadi krisis kabinet.

3.2    Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik dan saran  yang bersifat membangun sangatlah penulis harapkan terutama Ibu Dosen pembimbing dan rekan pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan menambah wawasan kita.



DAFTAR PUSTAKA



1.     Buku Utama : Dewi Ambar Sari  dan  Lazuardi Adi  Sage.  Beribu Alasan Rakyat Mencintai Pak Harto.   Penerbit Jakarta :  PT Jakarta Citra, 2006
2.     Modul Pengantar Ilmu Politik;  Oktiva  Anggraini, SIP, MS.i



BURUH OUTSOURCING



Outsourcing berarti mengalihkan kerja, tanggung jawab dan keputusan kepada orang lain, dalam bahasa Indonesia berarti alih daya. Dalam dunia usaha, outsourcing atau alih daya dapat diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya penunjang oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh. Bagi Perusahaan  hal ini dapat mengurangi biaya / penggajian kepada pekerja yang lebih murah dan efisiensi biaya operasional perusahaan.
Dasar hukum outsourcing adalah UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan  (Pasal 64) : Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa Pekerja/Buruh yang dibuat secara tertulis.

Sebenarnya hanya ada 5 (Lima)  jenis pekerjaan yang dilakukan melalui outsourcing yaitu :

  1. jasa keamanan atau sekuriti,
  2. jasa kebersihan (cleaning service)
  3. katering,
  4. pertambangan dan perminyakan,
  5. jasa transportasi.

Dalam meraih investor agar menanamkan modalnya di Indonesia Pemerintah masih  memiliki keterpihakan pada Perusahaan (misalnya upah buruh yang murah), ini dimaksudkan agar investor tidak lari ke negara lain, mestinya para buruhpun mendapatkan perlindungan yang optimal sesuai  dengan Isi Pembukaan UUD 45 “…yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum…”.
Sebenarnya ada beberpa  cara untuk meraih investor masuk ke Indonesia antara lain : dengan selau menjaga stabilitas politik dan keamanan, memerangi korupsi dan memangkas birokrasi yang panjang dalam perijijnan penanaman modal.
Menyikapi tuntutan kalangan pekerja atau buruh  untuk penghapusan  pekerja out sourcing Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) menyatakan mulai menggalakan pengetatan dalam aturan outsourcing. Pengetatan tersebut mencakup tiga hal : kelembagaan, pembenahan perizinan, dan pengetatan jenis pekerjaan.

Ke depan tidak akan ada lembaga outsourcing yang berstatus koperasi atau yayasan harus berstatus PT. Bidang perizinan, pengetatan akan dilakukan dengan regulasi baru yang mewajibkan izin dikeluarkan oleh gubernur (sebelumnya dikeluarkan oleh Kabupaten/Kota)
Pengetatan ketiga adalah pada jenis perusahaan yang bisa memanfaatkan tenaga kerja outsourcing.

Kesimpulan   :  Selagi UU masih mengatur  keberadaan outsourcing dan Peemrintah masih ada keterpihakan pada Pengusaha maka sudah barang tentu para buruh akan terus unjuk kekuatan untuk penghapusan tenaga outsourcing, alangkah lebih baik masih menggunakan cara penggajian UMR secara keseluruhan.